Sabtu, 12 Februari 2011

Ayu Winastri

Mencintai Rahib  
Hanya cicak yang tahu, ia berdecak genap, tertawa atas cinta yang begitu ganjil. Kutepis dirimu dengan gurau persahabatan, namun ketika malam begitu liar bayanganmu hinggap seperti gagak yang lapar. Suatu waktu kau bercerita tentang angin yang menyamar, mengahantam dari delapan juru. Lingkaran tanpa henti, dimana tubuh hanyalah pinjaman dari masa-masa. Tak ada yang abadi, bahkan cinta sekalipun. Kau seperti dewa, aku telah persembahkan diriku, sadar atau tiada. Aku tanyakan padamu malam itu, mengapa waktu begitu lama mempertemukan kita. Kau hanya tersenyum, tanpa jawaban yang tepat. Entah, kita ingat atau tidak, kita hanya yakin, dulu kita pernah berpasangan. Itulah kesimpulannya. Kini kucoba mengerti hatimu telah terhidang di atas altar, bersama deretan cawan air suci dan lampu minyak. Umurmu kini untuk doa-doa setiap pagi dan senja hari. Kau duduk membujur mengerucutkan tangan menjadi padma-padma dan tenggelam dalam sunyata. Aku akan coba untuk mengerti karena tak ada cinta yang begitu salah …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar